Salah satu hal yang harus diperhatikan
dalam perencanaan bangunan adalah pembebanan. Beban adalah akar desain suatu
struktur yang akan mempengaruhi semua desain struktur kita. Tanpa asumsi
beban-beban yang jelas dan tepat maka ke depannya desain dan perhitungan
struktur yang kita buat akan sia-sia.
Banyak kasus di mana suatu struktur
mengalami kegagalan setelah bangunan mengalami alih fungsi. Kasus lain adalah
melendutnya balok atau plat ketika pembangunan, retaknya struktur ketika gempa,
dsb. Kegagalan-kegagalan tersebut diakibatkan karena beban aktual yang terjadi
melebihi batas beban yang mampu ditahan oleh struktur.
Harus disadari bahwa penentuan
beban-beban desain dan kombinasinya adalah tahap awal yang SANGAT PENTING
untuk menjamin kualitas struktur yang kita desain. Ketika kombinasi pembebanan sudah tepat, sebenarnya kita sudah setengah jalan
mengerjakan desain kita.
Ada beberapa jenis beban yang umum diperhitungkan dalam perencanaan suatu struktur (bangunan gedung). Berikut penjelasan singkat dari masing-masing beban
tersebut.
1. Beban Mati
Selanjutnya
disebut Dead Load (DL), adalah berat semua bagian gedung yang bersifat
tetap, termasuk unsur-unsur tambahan, penyelesaian, mesin, dan peralatan yang
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu (PPIUG, 1983).
Sedangkan menurut ASCE 7-10, "Dead loads consist of the weight of all materials of construction incorporated into the building including, but not limited to, walls, fl oors, roofs, ceilings, stairways, built-in partitions, fi nishes, cladding, and other similarly incorporated architectural and structural
items, and fi xed service equipment including the weight of cranes.".
Dari definisi di atas jelas bahwa DL merupakan berat sendiri
struktur dan berat komponen non-struktural yang tidak akan dipindah-pindah
selama masa layan bangunan. DL bekerja statik
searah gravitasi (ke arah bawah).
2. Beban Hidup
Selanjutnya disebut
Live Load (LL), adalah semua beban
yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan di dalamnya
terrnasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah…”
(PPIUG, 1983).
Sedangkan
menurut ASCE 7-10, “Live load is a load produced by the use
and occupancy of the building or other structure that does not include
construction or environmental loads, such as wind load, snow load, rain load,
earthquake load, flood load, or dead load.”
Terdapat sedikit perbedaan dari definisi beban hidup menurut PPIUG dan ASCE. Di dalam
PPIUG, beban hujan, baik akibat genangan maupun tekanan jatuh, diklasifikasikan
sebagai LL. Sedangkan ASCE mengklasifikasikan beban hujan sebagai suatu jenis
beban tersendiri. Perbedaan ini tidak menjadi masalah besar karena pada
prinsipnya, beban akibat hujan pasti diperhitungkan dalam perencanaan.
LL bekerja statik
searah gravitasi (ke arah bawah). Untuk perencanaan non-seismik, LL dan DL
adalah beban-beban yang paling menentukan (governing
loads) dalam perencanaan suatu struktur.
Gb. 1 Arah Kerja Beban Gravitasi (DL dan LL) pada Kuda-Kuda
3. Beban Angin
Selanjutnya disebut
Wind Load
(WL), adalah beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang
disebabkan oleh selisih tekanan udara (PPIUG 1983). Beban angin biasa
diperhitungkan untuk atap, high-rise
building, maupun struktur dengan bentang lebar (jembatan, baliho, papan
reklame, fasad yang lebar dan tinggi, dinding tinggi, dsb.).
WL didefinisikan sebagai beban statik yang bekerja tegak
lurus dengan permukaan yang menahannya. PPIUG menginstruksikan untuk
menggunakan WL minimum 25 kgm‑2 dan 40 kgm-2 masing-masing
untuk bangunan jauh dan dekat dari pantai. Beban tersebut dikalikan dengan
faktor pengali sesuai dengan tipe-tipe bangunan yang tercantum dalam PPIUG.
Untuk mendapatkan estimasi yang realistis, besarnya WL harus
dintentukan dengan lebih cermat oleh institusi yang ditunjuk karena WL berbeda
di tiap daerah, tidak dapat digeneralisasi.
Gb. 2 Arah Kerja WL pada Kuda-Kuda
4. Beban Gempa
Selanjutnya disebut
Earthquake Load
(EQ) adalah beban yang ditimbulkan dari pergerakan tanah dasar. EQ
terbilang rumit karena bekerja secara dinamik, tidak linear, dengan rentang
probabilitas yang lebar, arah gayanya tidak tentu, tetapi sangat menentukan. Saking
rumitnya telaah mengenai perilaku struktur yang mengalami beban gempa,
sampai-sampai ada beberapa mata kuliah yang khusus membahasnya: Dinamika
Struktur, Beton Tahan Gempa, Baja Tahan Gempa .
Walaupun demikian ada pendekatan-pendekatan statik yang
digunakan untuk menentukan EQ, salah satunya dengan metode Rayleigh. Pendekatan
statik menghasilkan output yang lebih konservatif daripada analisis dinamik
(misalnya dengan metode Respons Spektrum atau Time History).
Dalam analisis gempa statik, gaya geser dasar (base shear) dibagikan ke tiap-tiap
lantai bangunan secara proporsional. Gaya gempa pada tiap lantai diasumsikan
terjadi di pusat massa (dengan memperhitungkan eksentrisitas) dan bekerja
secara lateral, searah sumbu x dan y denah global.
Demikian adalah
beban-beban yang biasa diperhitungkan untuk mendesain struktur suatu bangunan
gedung. Sebenarnya masih ada banyak beban yang perlu diperhitungkan dalam
sebuah perencanaan struktur, tergantung dari peruntukannya. Misalnya ada beban uplift pada lantai basement, ada beban akibat tekanan tanah yang mengenai retaining wall, beban kejut pada
jembatan, dan sebagainya. Di lain kesempatan saya akan membahas lebih lanjut
mengenai beban-beban tersebut. Saiki taklérén ndisik. Haha.
Referensi
Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan (1983), Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung, Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung, Indonesia.
ASCE (2010), Minimum Design Loads for Building and Other Structures, ASCE, Virginia, AS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar