Jumat, 20 Desember 2013

Jenis-jenis Beban pada Struktur Gedung

Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan bangunan adalah pembebanan. Beban adalah akar desain suatu struktur yang akan mempengaruhi semua desain struktur kita. Tanpa asumsi beban-beban yang jelas dan tepat maka ke depannya desain dan perhitungan struktur yang kita buat akan sia-sia.

Banyak kasus di mana suatu struktur mengalami kegagalan setelah bangunan mengalami alih fungsi. Kasus lain adalah melendutnya balok atau plat ketika pembangunan, retaknya struktur ketika gempa, dsb. Kegagalan-kegagalan tersebut diakibatkan karena beban aktual yang terjadi melebihi batas beban yang mampu ditahan oleh struktur.

Harus disadari bahwa penentuan beban-beban desain dan kombinasinya adalah tahap awal yang SANGAT PENTING untuk menjamin kualitas struktur yang kita desain. Ketika kombinasi pembebanan sudah tepat, sebenarnya kita sudah setengah jalan mengerjakan desain kita.

Ada beberapa jenis beban yang umum diperhitungkan dalam perencanaan suatu struktur (bangunan gedung). Berikut penjelasan singkat dari masing-masing beban tersebut.

1. Beban Mati
Selanjutnya disebut Dead Load (DL), adalah berat semua bagian gedung yang bersifat tetap, termasuk unsur-unsur tambahan, penyelesaian, mesin, dan peralatan yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu (PPIUG, 1983).
Sedangkan menurut ASCE 7-10, "Dead loads consist of the weight of all materials of construction incorporated into the building including, but not limited to, walls, fl oors, roofs, ceilings, stairways, built-in partitions, fi nishes, cladding, and other similarly incorporated architectural and structural
items, and fi xed service equipment including the weight of cranes.".

Dari definisi di atas jelas bahwa DL merupakan berat sendiri struktur dan berat komponen non-struktural yang tidak akan dipindah-pindah selama masa layan bangunan. DL bekerja statik searah gravitasi (ke arah bawah).

2. Beban Hidup
Selanjutnya disebut Live Load (LL), adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan di dalamnya terrnasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah…” (PPIUG, 1983).
Sedangkan menurut ASCE 7-10, “Live load is a load produced by the use and occupancy of the building or other structure that does not include construction or environmental loads, such as wind load, snow load, rain load, earthquake load, flood load, or dead load.”

Terdapat sedikit perbedaan dari definisi beban hidup menurut PPIUG dan ASCE. Di dalam PPIUG, beban hujan, baik akibat genangan maupun tekanan jatuh, diklasifikasikan sebagai LL. Sedangkan ASCE mengklasifikasikan beban hujan sebagai suatu jenis beban tersendiri. Perbedaan ini tidak menjadi masalah besar karena pada prinsipnya, beban akibat hujan pasti diperhitungkan dalam perencanaan.

LL bekerja statik searah gravitasi (ke arah bawah). Untuk perencanaan non-seismik, LL dan DL adalah beban-beban yang paling menentukan (governing loads) dalam perencanaan suatu struktur.


Gb. 1 Arah Kerja Beban Gravitasi (DL dan LL) pada Kuda-Kuda

3. Beban Angin
Selanjutnya disebut Wind Load (WL), adalah beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih tekanan udara (PPIUG 1983). Beban angin biasa diperhitungkan untuk atap, high-rise building, maupun struktur dengan bentang lebar (jembatan, baliho, papan reklame, fasad yang lebar dan tinggi, dinding tinggi, dsb.).

WL didefinisikan sebagai beban statik yang bekerja tegak lurus dengan permukaan yang menahannya. PPIUG menginstruksikan untuk menggunakan WL minimum 25 kgm‑2 dan 40 kgm-2 masing-masing untuk bangunan jauh dan dekat dari pantai. Beban tersebut dikalikan dengan faktor pengali sesuai dengan tipe-tipe bangunan yang tercantum dalam PPIUG.

Untuk mendapatkan estimasi yang realistis, besarnya WL harus dintentukan dengan lebih cermat oleh institusi yang ditunjuk karena WL berbeda di tiap daerah, tidak dapat digeneralisasi.

Gb. 2 Arah Kerja WL pada Kuda-Kuda

4. Beban Gempa
Selanjutnya disebut Earthquake Load (EQ) adalah beban yang ditimbulkan dari pergerakan tanah dasar. EQ terbilang rumit karena bekerja secara dinamik, tidak linear, dengan rentang probabilitas yang lebar, arah gayanya tidak tentu, tetapi sangat menentukan. Saking rumitnya telaah mengenai perilaku struktur yang mengalami beban gempa, sampai-sampai ada beberapa mata kuliah yang khusus membahasnya: Dinamika Struktur, Beton Tahan Gempa, Baja Tahan Gempa .

Walaupun demikian ada pendekatan-pendekatan statik yang digunakan untuk menentukan EQ, salah satunya dengan metode Rayleigh. Pendekatan statik menghasilkan output yang lebih konservatif daripada analisis dinamik (misalnya dengan metode Respons Spektrum atau Time History).

Dalam analisis gempa statik, gaya geser dasar (base shear) dibagikan ke tiap-tiap lantai bangunan secara proporsional. Gaya gempa pada tiap lantai diasumsikan terjadi di pusat massa (dengan memperhitungkan eksentrisitas) dan bekerja secara lateral, searah sumbu x dan y denah global.



Demikian adalah beban-beban yang biasa diperhitungkan untuk mendesain struktur suatu bangunan gedung. Sebenarnya masih ada banyak beban yang perlu diperhitungkan dalam sebuah perencanaan struktur, tergantung dari peruntukannya. Misalnya ada beban uplift pada lantai basement, ada beban akibat tekanan tanah yang mengenai retaining wall, beban kejut pada jembatan, dan sebagainya. Di lain kesempatan saya akan membahas lebih lanjut mengenai beban-beban tersebut. Saiki taklérén ndisik. Haha.

Referensi
Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan (1983), Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung, Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung, Indonesia.

ASCE (2010), Minimum Design Loads for Building and Other Structures, ASCE, Virginia, AS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar