Jumat, 20 Desember 2013

Overture

Engineer. Kesan yang timbul dari kata ini kadang membuat saya ngeri sekaligus kagum. Ngeri, karena terbayang tanggung jawab besar yang harus diemban oleh orang-orang dengan profesi ini. Kagum, karena para insinyur mengemban tugas kemanusiaan yang besar, untuk menyediakan berbagai sistem dan piranti yang menunjang hidup kita.
Pemikiran tersebut tidak datang ketika saya memilih untuk mengambil jurusan Teknik Sipil di sebuah universitas di Yogyakarta. Sekali pun tidak pernah terbayang! Setelah semakin dewasa saya perlahan mengerti bahwa menjadi seorang insinyur adalah sebuah keputusan yang sangat serius. Pemikiran ini semakin memuncak ketika saya makarya ke Jakarta setelah menuntaskan studi S1.
Menjadi seorang engineer di sebuah perusahaan konsultan sipil memberikan pengetahuan dan pengertian baru mengenai bidang konstruksi sipil. Banyak masalah konsultan yang saya temui mulai dari hal-hal baru, rutin, menantang, lawas, dan bahkan sama sekali tidak mutakhir yang belum pernah saya hadapi di bangku kuliah! Saya tidak tahu sebelumnya kalau desain dan perhitungan saya bisa saja menjadi sia-sia ketika owner mengubah pendiriannya. Saya tidak mengira perhitungan fondasi yang sudah saya keluarkan ternyata harus “diimprovisasi” karena warga di sekitar lokasi proyek mengancam akan menyabotase mesin pancang yang mengganggu.Singkat kata, saya seperti seorang balita yang baru belajar mengeja kata pertamanya: glagapan.
Bolehlah teman-teman bilang saya tukang TA (Titip Absen) selama kuliah kalau hanya saya seorang yang menghadapi masalah ini. Tetapi ternyata sebagian besar—kalau tidak mau menyebut semua—teman saya mengalaminya! Lambat laun saya mengerti bahwa inilah dunia teknik sesungguhnya, selalu bermuka-mukaan dengan masalah yang seringkali tidak teoretis, tidak selalu textbook-based. Bukan berarti dasar teori dan keilmuan di kampus itu tidak penting. Malah sebaliknya! Teori dan dasar-dasar berpikir yang dilatih di kampus akan diperkaya dan diuji dengan masalah-masalah di lapangan yang menuntut praksis dan fleksibilitas.
Disiplin, cermat, kritis, dan tekun adalah harga mati bagi seorang insinyur. Itu adalah hal yang paling saya camkan di dalam pikiran. Beberapa orang harus meresapkan karakter-karakter tersebut dengan cara-cara yang kadang tidak mengenakkan (malah curhat...). Teman-teman sesama insinyur sipil muda tidak harus mengalami hal tersebut untuk menjadi insinyur yang baik. Walaupun masih balita di dunia konstruksi sipil, saya ingin sekali membagikan sedikit ilmu saya kepada teman-teman yang akan terjun ke dalam bidang ini.

Saya sangat mengharapkan sumbangan tulisan, pendapat, diskusi, serta kritik yang membangun untuk blog sederhana ini. Semoga materi-materi yang dibagikan bisa bermanfaat untuk para pembaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar